Senin, 21 Juli 2008

GOLPUT BUKAN UKURAN LEGITIMASI PEMERINTAHAN

Golput Tak Pengaruhi Legitimasi Pemerintah

Dalam beberapa pilkada yang diselenggarakan dapat kita lihat bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pilkada rendah. Hal ini tergambar dalam tingginya angka golput (tidak menggunakan hak pilih) dalam pilkada. Bahkan dalam pilkada di Sumatra Utara, tingkat golput mencapai lebih dari 50 persen. Demikian juga dalam pilkada Jawa tengah, jumlah golput mencapai lebih dari 40 persen. Dalam beberapa survei tentang pemilu 2009 juga diketahui bahwa tingkat golput akan meningkat dibanding pemilu tahun 2004 lalu. Banyak pengamat politik mengatakan bahwa fenomena golput ini merupakan bukti kekecewaan masyarakat akan kinerja politisi. Rakyat merasa “ditipu” dengan janji-janji manis pada saat kampanye. Masyarakat merasa politisi tidak mampu mewakili kehendak rakyat dan melaksanakan janji-janjinya.
Tingginya angka golput dianggap dapat menurunkan legitimasi pemerintah yang terbentuk dari hasil pemilihan umum. Tetapi bagi sebagian politisi yang terutama sekarang telah duduk sebagai pihak pemenang pemilu, tingginya angka golput tidak bisa menurunkan kredibilitas pemerintah. Pada saat ini bahkan banyak pihak yang telah memproklamirkan diri sebagai golput pada pemilu 2009. Tangggapan kemudian muncul dari berbagai pihak, Megawati, calon capres dari PDIP bahkan menuduh para golput sebagai warga negara yang buruk dan tidak layak tinggal di Republik Indonesia.
Penulis dalam tulisan ingin menanggapi anggapan bahwa golput akan mengurangi kredibilitas pemerintah hasil pemilu. Menurut opini penulis, tidak benar bahwa rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum akan memengaruhi kredibilitas pemerintah. Menurut penulis, memilih adalah sebuah hak. Dan jika dilogika, tidak menggunakan pilihan berarti menyerahkan semua keputusan kepada mekanisme yang berlangsung. Seseorang yang tidak menggunakan hak pilih berarti selalu setuju atas hasil yang akan diperoleh. Kredibilitas pemerintahan harus selalu dihubungkan dengan aspek yuridis atau hukum. Kredibilitas pemerintah tidak bisa dilihgat dari sisi moral. Jika dilihat dari sisi moral saja, jelas masyarakat bisa dilihat tidak percaya dengan pemerintah tetapi bukankah pihak yang memilih seseorang yang pada akhirnya tidak terpilih juga berarti tidak menaruh kredit pada pemerintah yang terpilih.
Kita ambil contoh, pada pemilu presiden 2004 pasangan SBY-JK memeroleh suara 60 persen lebih , berarti kurang lebih 40 persen tidak memilih SBY-JK. Jika dipandang dari sisi moral maka ada 40 persen yang tidak menaruh kredit kepada SBY-JK ditanbah pihak golput. Tetapi yang terjadi tidak ada yang meragukan kredibilitas SBY-JK sebagai presiden terpilih. Hal tersebut dikarenakan kredibilitas pemerintah berada dalam aspek yuridis bukan pada aspek moral. Jika sebuah proses pemilu telah berlangsung secara baik sesuai peraturan yang berlaku maka pemerintah yang dihasilkan adalah kredibel.
Ayo gunakan hak pilih !!!
Selengkapnya...

Jumat, 11 Juli 2008

Pragmatisme kehidupan

Pragmatisme boleg jadi sebagai salah satu paham yang ditentang umat islam. Sebagai salah satu teori kebenaran, pradmatisme memandang segala sesuatunya dengan ukuran manfaat yang ditimbulkan. Apakah babi haram?? tentu saja pragmatisme akan menjawabnya dengan memandang akibat-akibat yang berhubungan dengan babi. Karena kini teknologi sudah bisa menihilkan dampak negatif dari konsumsi babi maka hukum babi menjadi halal alias oke-oke saja.

Tetapi, jika kita kritis maka kita akan mendapati kerancuan yang parah pada teori pragmatisme. karena, jika kita memandang soal manfaat dari sesuatu maka kita akan berbicara pada wilayah subjektivitas . Maksudnya, sesuatu itu bagi sebagian orang dianggap baik tetapi bagi orang lain bisa jadi amat sangat tidak baik sekali. Ini adalah masalah persepsi, dimana persepsi sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yang berbeda pada setiap orang.

Paham pragmatisme sebenarnya adalah paham yang benar, tetapi pragmatis dalam konteks yang sedalam-dalamnya. Pragmatisme akan benar jika kita hubungkan dengan hakikat kehidupan dan keberadaan kita sebagai manusia.
Hakikat yang penulis maksud adalah bahwa kita hidup di dunia ini adalah untuk mencari bekal untuk kehidupan akhirat. Kita hanya hidup sekali, maka tidak ada jalan lain kecuali melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat. Untuk itu kita harus mematuhi semua perintah alloh dan menjauhi hal yang dilarang-Nya. Karena Alloh telah mengharamkan babi, ya kita haram memakannya. Jadi sebenarnya kita memang harus pragmatis dengan konteks hakikat kehidupan berdasar quran dan sunnah. wallohualam Selengkapnya...